05 November 2011
Guru, saya benci Guru
Guru Saya benci guru. Saya tidak percaya guru adalah orang yang arif. Bohong kalau guru singkatan dari orang yang pantas “digugu lan ditiru”, orang yang seharusnya menjadi suri tauladan. Itulah perasaan saya saat duduk di kelas tiga SD. Waktu itu, karena nakal dan suka bolos, saya tidak naik kelas. Agar saya tidak malu pada teman-teman yang naik kelas, orangtua memindahkan saya ke sekolah swasta di bilangan Jalan Diponegoro, Surabaya. Baru dua hari, saya sudah bisa merasakan bahwa saya “mahluk aneh” di lingkungan itu. Sepatu Bata saya terlihat kumal ketika bersanding dengan sepatu-sepatu mahal murid lain saat upacara. Baju putih saya segera terlihat kekuningan akibat ”dicuci dengan sabun biasa”. Hampir semua murid ke sekolah diantar naik mobil. Saya dibonceng paman naik sepeda tua yang sering copot rantainya. Belum lagi denyit roda yang kerap membuat orang menoleh untuk melihat asal suara. Ban kempes di tengah jalan sudah jadi makanan sehari-hari.
Subscribe to:
Posts (Atom)