KENDARI, KOMPAS.com - Pengamat pendidikan Sulawesi Tenggara Prof Dr Abdullah Alhadza menilai, penyelenggaraan ujian nasional (UN) yang setiap tahun pelaksanaan menelan dana ratusan miliar rupiah, gagal meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Pelaksanaan UN, menurutnya, membuat siswa dan guru mencari peluang untuk berbuat curang.
"Setiap kali penyelenggaraan UN, para siswa hanya sibuk mengejar bocoran soal sedangkan guru aktif mencari siasat memfasilitasi siswa berbuat curang agar bisa mendapatkan nilai bagus dan lulus UN," kata Abdullah, di Kendari, Selasa (13/12/2011).
Setiap kali penyelenggaraan UN, para siswa hanya sibuk mengejar bocoran soal sedangkan guru aktif mencari siasat memfasilitasi siswa berbuat curang agar bisa mendapatkan nilai bagus dan lulus UN
Ia mengatakan, UN yang menyedot anggaran negara sekitar Rp600 miliar setiap tahun, hanya menghasilkan kualitas ketidakjujuran anak bangsa.
"Setiap kali penyelenggaraan UN, ribuan polisi dikerahkan mengamankan naskah dan jalannya UN, ribuan dosen diterjunkan menjadi pengawas independen, ratusan bupati dan wali kota serta puluhan gubernur turun memantau ke ruangan ujian. Namun hasilnya, hanya sedikit sekolah yang kurang melakukan kecurangan dalam UN," ujarnya.
Menurut Abdullah, dari 33 provinsi di seluruh Indonesia, hanya ada tiga provinsi yang sedikit melakukan kecurangan dalam penyelenggaraan UN. Selebihnya, dikategorikan hitam atau terjadi kebocoran soal UN.