"Banyak serangan yang justru berasal dari internal perusahaan, karena masalah persaingan"
Poin pertama adalah dengan berkembangnya sistem komputasi, perusahaan menjadi semakin protektif pada serangan cyber. Perusahaan tidak memungkiri penggunaan telepon pintar dan tablet di lingkungan mereka, serta semakin populernya jejaring sosial, juga merupakan pemicu datangnya serangan.
Kedua, tren serangan ternyata berasal dari kalangan internal. Perusahaan mengakui, spionase industri tetap menjadi kekhawatiran utama mereka. Sebanyak 45 persen responden mengakui menemukan orang dalam yang berbahaya. "Banyak serangan yang justru berasal dari internal perusahaan, karena masalah persaingan. Ini dianggap lebih berbahaya, karena dibandingkan serangan dari luar yang bisa diantisipasi secara global, serangan dari dalam akan sulit terlacak secara dini," ungkap Raymond Goh, Director Systems Engineering, Regional Asia Pasifik Symantec dalam media briefing di Grand Hyatt Hotel, Jakarta, Rabu (25/10/2011).
Poin ketiga adalah perusahaan menemukan bahwa serangan cyber merupakan fokus perusahaan di luar serangan yang bersifat fisik seperti terorisme, tindakan kriminal, dan bencana alam. Serangan cyber menduduki posisi pertama yang menjadi fokus perusahaan untuk diantisipasi lebih dahulu. Sebab, kerugian yang diakibatkan oleh serangan cyber menyebabkan kerugian minimal 290 ribu dolar AS dalam 12 bulan terakhir. Ingat, bagaimana perusahaan Sony harus berjuang mempertahankan pelanggan Play Station setelah diserang peretas secara besar-besaran.
Tiga kerugian teratas yang dilaporkan adalah down time, pencurian kekayaan intelektual, dan pencurian informasi finansial pelanggan. Kerugian ini setara dengan biaya keuangan dalam 79 persen dari seluruh waktu operasional. Hasil survei global ini harus menjadi perhatian pula di Indonesia. Dari hasil survei ini, Raymond Goh menyarankan agar praktisi TI pada perusahaan-perusahaan Indonesia juga mulai memikirkan pentingnya keamanan cyber bagi lingkungan perusahaan.
No comments:
Post a Comment