Panggung 1 : Jauh di sebuah dusun nelayan dengan bau laut
yang kental. Seorang paman menanyakan kabar keponakannya yang telah lama pergi
ke kota. Dengan bangga, ibunya menjawab, “Syukurlah, sekarang hidup Bejo sudah
enak. Dia bekerja sebagai petugas kebersihan di gedung tinggi.”
Panggung 2: Di sebuah gedung perkantoran di tengah kota yang
yang sibuk. Seorang bos berdasi menanyakan tentang seorang pegawai yang sibuk.
Seorang bos berdasi menanyakan tentang seorang pegawai yang tampak lusuh.
Dengan gugup, manajernya menjawab, “Namanya Bejo pak! Pegawai rendahan di
bagian kebersihan. Sayang nasibnya tidak sebaik namanya.”
Ahaa! Betapa relatifnya sebuah pekerjaan. Dari satu sudut
pandang, sesuatu yang dibanggakan ternyata tak ubahnya cemoohan. Namun dari
sudut lain, sebuah ejekan ternyata sumber harapan panjang. Begitulah bila
pikiran mulai menilai-nilai apa yang disebut “kemujuran” hidup, maka pada saat
yang sama ia memisah-misahkan orang ke dalam kelas-kelas berbeda. Padahal,
melalui tatapan hati nurani, tiadalah lebih berharga jabatan tinggi di hadapan jabatan rendah. Ketika anda
menghargai dan membebaskan diri dari peringkat-peringkat “keberuntungan”,
disaat itu anda mampu mendengar bisikan
nurani.
----------------------------------
Sedikit sekali orang kaya yang memiliki hartanya sendiri. Hartalah yang
memiliki mereka.
(Robert G. Ingersoll)
No comments:
Post a Comment